
YAI—Begitu sempurna ajaran Islam itu. Tak terkecuali dalam hal tanggungjawab seorang ayah dalam menafkahi keluarganya. Dalam syariatnya, Islam tidak mengajarkan pemaksaan dan beban berat kepada para suami dan ayah yang diberikewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun demikian, ikhtiar dan usaha yang gigih harus tetap dilakukan seorang suami atau ayah untuk mencari rezeki sesuai dengan kemampuannya. Setelah dia berikhtiar maka dia harus menyerahkan segala usahanya kepada allah Swt.
Kisah seorang ayah yang memiliki keterbatasan ini kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita, bahwa setiap insan manusia dapat berikhtiar dengan segala upayanya sesuai dengan kemampuannya.
Sudah menjadi harapan dan cita-cita setiap ayah melihat anak-anaknya bahagia dan sukses. Maka tidak aneh bila setiap orangtua pasti berusaha keras untuk bisa mencukupi berbagai kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan, para orang tua rela banting tulang memeras keringat di siang hari sampai malam hari untuk mencukupi kebutuhan anaknya terutama agar anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang baik.
"Sungguh jika sekiranya salah seorang di antara kamu membawa talinya (untuk mencari kayu bakar) kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu di punggungnya lalu ia menjualnya sehingga allah mencukupi kebutuhanya (dengan hasil itu) adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia baik mereka memberi atau mereka menolak" (HR.Bukhari).
Satu dari sekian banyak orangtua di dunia ini pasti menginginkan anaknya untuk bisa meraih pendidikan setinggi mungkin, agar suatu saat nanti sang anak bisa menjadi anak yang berguna dan membuat orangtua bangga.
Itulah kenapa para orangtua tak pernah putus semangat bekerja demi mewujudkan cita–cita anak. Dan ternyata, semangat kerja keras seperti ini dialami oleh seorang pria di Philipina yang punya kisah miris dan sangat mengharukan.
Dalam kisahnya, pria yang tak disebutkan namanya ini rela menjadi seorang kuli panggul dalam kondisi cacat tubuh demi bisa mendapatkan uang untuk menyekolahkan anaknya.
Keterbatasan fisik tak membuat pria ini putus asa. Pria ini hidup tanpa kaki karena kakinya telah di amputasi.
Dalam sebuah foto yang diunggah di sebuah media sosial, pria tersebut tampak sedang memikul satu karung barang di pundaknya. Dibantu tongkat di kedua tangannya, pria itu tampak sedang berusaha memindahkan karung demi karung dari gudang ke dalam truk.
Pria ini terus bekerja dengan keadaan tanpa kaki hanya demi anaknya. Dia sangat menginginkan keempat anaknya bisa sekolah dan kebutuhan hidupnya bisa tercukupi.
Kisah pria ini pun langsung menjadi viral di internet dan membuat haru banyak orang. Dari kisah pria ini bisa kita simpulkan jika ternyata pengorbanan orangtua untuk anak itu sangat besar.
Orangtua rela melakukan segala macam pekerjaan demi bisa mencukupi kebutuhan sang anak. Bahkan mereka tidak pernah mengeluh. Bayangkan betapa kerasnya mencari biaya demi sekolah sang anak.[ar]
Diolah kembali dari sumber: apatis.com
Awalnya sulit bagi Imam A. Rahman Lee Ju-Hwa, yang diperkenalkan ke Islam pada tahun 1984, untuk memberi tahu teman-temannya bahwa dia tidak dapat bertemu untuk minum barbekyu dan minuman. "Kembali pada hari, teman-teman saya tidak mengerti agama saya dan secara paksa meminta saya untuk minum," katanya. "Butuh beberapa waktu tapi hari ini mereka mengerti saya." Imam Lee melihat kembali krisis sandera Korea dan mengingat saat polisi setempat ditempatkan di depan masjid untuk melindunginya dari protes dan ancaman bom sebagai reaksi terhadap penculikan tersebut. "Krisis sandera Korea adalah satu titik kritis dalam sejarah Islam di Korea Selatan," kata Lee. Radu Diaconu / Al Jazeera.